Sistem Hukum Indonesia cukup rumit karena merupakan percampuran dari beberapa sistem hukum yang berbeda. Sebelum kemunculan pertama para pedagang dan penjajah Belanda pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17, hukum kerajaan-kerajaan asli berlaku dan menerapkan sistem hukum adat atau kebiasaan. Hukum Islam dan warisan hukum kolonial Belanda menjadi pengaruh besar di Indonesia.
Sejumlah undang-undang kolonial semacam itu terus berlaku sampai sekarang. Selanjutnya, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mulai menciptakan sistem hukum nasional berdasarkan kaidah hukum dan keadilan Indonesia. Rangkaian hukum adat, sistem hukum kolonial Belanda, hukum nasional dan hukum Islam ini hidup berdampingan di Indonesia modern.
Misalnya, hukum dagang didasarkan pada Kode Komersial 1847 (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel), peninggalan masa kolonial. Namun, hukum dagang juga dilengkapi dengan sejumlah besar undang-undang baru yang diberlakukan sejak kemerdekaan. Ini termasuk UU Perbankan 1992 (diubah pada 1998), UU Perusahaan 1995 (menjadi UU No. 40 Tahun 2007), UU Pasar Modal, UU Antimonopoli, UU Migas dan banyak UU lainnya.
Sistem Hukum Indonesia
Sistem hukum Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law, sistem hukum tersebut banyak digunakan di negara Eropa. Sistem hukum di Indonesia menerapkan UUD RI 1945 sebagai acuan dasar dan hal ini dapat dilihat dalam politik hukum dan sejarah Indonesia.
Berdasarkan UUD 1945 dijelaskan pada pasal 1 ayat 3 berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum“.
Maka seluruh sistem kenegaraan selalu berpatokkan kepada peraturan hukum, sesusai dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang telah ada. Untuk mengawasi dan menjaga hal tersebut maka dibentuk lembaga peradilan di Indonesia.
Struktur Konstitusi
Untuk memahami sistem hukum Indonesia modern, perlu diberikan beberapa latar belakang mengenai struktur ketatanegaraan Indonesia. Indonesia adalah Republik kesatuan yang didirikan berdasarkan konstitusi yang dideklarasikan pada masa kemerdekaan, biasa disebut Undang-Undang Dasar 1945. Selama 32 tahun masa kekuasaan Presiden Soeharto, UUD 1945 tidak pernah diamandemen.
Setelah pengunduran dirinya pada Mei 1998, UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali pada Oktober 1999, Agustus 2000, November 2001, dan Agustus 2002. Di antaranya, amandemen tersebut berkaitan dengan isu-isu yang luas seperti pembatasan kekuasaan dan masa jabatan. Kewenangan Presiden desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan daerah dan pembentukan badan konstitusi tambahan seperti DPR dan Mahkamah Konstitusi.
Proposal untuk amandemen di masa depan, beberapa di antaranya berhubungan dengan hal-hal yang sama berbobotnya, sedang dibahas. UUD 1945 mengatur tentang sejumlah badan konstitusional. Dua yang terpenting adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR beranggotakan 500 orang dan terdiri dari perwakilan yang dipilih dan diangkat.
Fungsi utamanya adalah membuat undang-undang dan meminta pertanggungjawaban Presiden dan para menterinya. DPR bertemu selama sesi yang dijadwalkan sepanjang tahun. MPR saat ini memiliki lebih dari 700 anggota yang terdiri dari anggota DPR dan DPRD orang-orang yang ditunjuk mewakili daerah provinsi. Secara konstitusional, MPR adalah badan tertinggi negara. Hanya MPR yang memiliki kewenangan untuk mengamandemen UUD.
Pertemuan tersebut lebih jarang, biasanya setiap tahun (secara konstitusional, harus bertemu setidaknya sekali setiap lima tahun). Ia mengeluarkan pernyataan kebijakan dalam bentuk resolusi (ketetapan) serta garis besar kebijakan negara. Rencana ekonomi negara secara keseluruhan termasuk dalam GBHN. Padahal sebelumnya MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden, amandemen konstitusi baru-baru ini menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Pemilihan langsung pertama untuk presiden dan wakil presiden diharapkan berlangsung pada tahun 2004. Kekuasaan presiden juga telah dibatasi sampai batas tertentu oleh amandemen konstitusi baru-baru ini. Sesuai dengan amandemen ini, seseorang hanya dapat dipilih sebagai Presiden atau Wakil Presiden untuk maksimal dua periode berturut-turut masing-masing 5 tahun.
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Dalam upaya memperjelas status berbagai jenis peraturan perundang-undangan, pemerintah telah mengeluarkan hierarki peraturan perundang-undangan dan telah diatur dan diperbaharui dalam UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 7 sebagai berikut:
1.Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)
3. Undang-undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
4. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Peraturan Presiden (Perpres)
6. Peraturan Daerah Provinsi (Perda)
7. Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota
Peraturan perundang-undangan Indonesia modern datang dalam berbagai bentuk. Keragaman kategori dan sumber undang-undang merupakan rintangan besar bagi orang asing yang ingin memahami hukum Indonesia.
Dalam praktiknya, ada instrumen legislatif lain yang digunakan saat ini. Mereka termasuk Instruksi Presiden (Instruksi Presiden), Keputusan Menteri (Keputusan Menteri) dan Surat Edaran (Surat Edaran). Sayangnya, terkadang ada ketidakkonsistenan antara instrumen legislatif tertentu. Setelah diundangkan, peraturan perundang-undangan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik.
Jenis undang-undang tertentu seperti Hukum dan Peraturan Pemerintah disertai dengan nota penjelasan resmi yang disebut Penjelasan (Penjelasan). Penjelasan diterbitkan dalam Suplemen Lembaran Negara (Tambahan Lembaran Negara) dan umumnya berwibawa untuk tujuan interpretasi. Selain Lembaran Negara, ada publikasi saudara yang disebut Laporan Negara (Berita Negara) yang berisi pemberitahuan pemerintah dan publik.
Sistem Pengadilan Indonesia
Sistem peradilan Indonesia terdiri dari beberapa jenis pengadilan yang berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung. Sebagian besar sengketa muncul di pengadilan yurisdiksi umum, dengan pengadilan tingkat pertama adalah Pengadilan Negeri (Pengadilan Negeri). Terdapat sekitar 250 Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, masing-masing dengan wilayah hukumnya masing-masing.
Banding dari Pengadilan Negeri disidangkan sebelum Pengadilan Tinggi (Pengadilan Tinggi), yang jumlahnya sekitar 20 di seluruh Indonesia. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tingkat banding. Banding dari Pengadilan Tinggi dan, dalam beberapa kasus dari Pengadilan Negeri, dapat diajukan ke Mahkamah Agung yang berlokasi di Jakarta.
Mahkamah Agung dapat mengadili kasasi kasasi yang merupakan kasasi terakhir dari pengadilan yang lebih rendah. Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia mendirikan Pengadilan Niaga (Pengadilan Niaga). Awalnya, Pengadilan Niaga bertugas menangani permohonan pailit. Yurisdiksinya dapat diperluas ke masalah komersial lainnya. Banding dari Pengadilan Niaga dilanjutkan langsung ke Mahkamah Agung.
Ada juga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mendengarkan perkara hukum administratif yang diajukan terhadap pemerintah. Dalam amandemen konstitusi 2001, dibuat ketentuan untuk pembentukan Mahkamah Konstitusi. Antara lain, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili perkara yang menyangkut konstitusionalitas peraturan perundang-undangan tertentu, hasil pemilu, serta tindakan memberhentikan Presiden dari jabatannya.
Pemerintah
Secara geografis, kawasan wilayah terbagi menjadi beberapa provinsi dan tiga kabupaten khusus Yogyakarta di Jawa Tengah, Aceh di Sumatera, dan ibu kota negara Nusantara (IKN). Setiap provinsi diatur oleh pemerintah provinsi dengan dewan perwakilannya sendiri (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD) terkecuali dengan IKN. Provinsi dipimpin oleh Gubernur yang dipilih oleh masyarakat dan diangkat oleh Presiden.
Sebagai hasil dari undang-undang otonomi daerah yang disahkan pada tahun 2000 dan dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2001, otonomi dan kewenangan yang lebih besar sedang dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Secara keseluruhan, struktur administrasi adalah sebagai berikut:
Kepala Wilayah
- Kepala Negara (Presiden)
- Provinsi (Gubernur)
- Kabupaten / Kota, (Bupati / Walikota)
- Kecamatan (Camat)
- Kelurahan (Lurah)
- Desa (Kepala Desa)
Dari perspektif operasional, negara dikelola terutama melalui departemen-departemen pemerintah. Departemen setara dengan kementerian. Struktur departemen yang khas dari basis operasional adalah sebagai berikut:
Kepala Unit
- Menteri (Menteri) Departemen
- Sekretariat (Sekretariat) Sekretaris Jenderal (Sekretaris Jenderal)
- Inspektorat (Inspektorat) Inspektur Jenderal (Inspektur Jenderal)
- Direktorat (Direktorat) Direktur Jenderal (Direktur Jenderal)
- Divisi (Badan) Kepala Divisi (Kepala Badan)
- Center (Pusat) Kepala Pusat (Kepala Pusat)
- Kepala Biro (Kepala Biro)
Selain menteri yang mengawasi masing-masing departemen, ada sejumlah menteri senior, yang disebut Menteri Koordinator, yang masing-masing mengawasi sejumlah portofolio terkait. Selain itu, terdapat pejabat lain yang berpangkat menteri, antara lain Jaksa Agung (Jaksa Agung), Sekretaris Negara (Sekretaris Negara), dan Panglima Tentara Nasional Indonesia (Panglima Tentara Nasional Indonesia).
Demikian ulasan sistem hukum indonesia semoga bermanfaat.
[…] Baca Juga: Sistem Hukum Indonesia […]